Oleh Badiatul Muchlisin Asti
Ketua Yayasan Mutiara Ilma Nafia (Yasmina) Grobogan
Suarayasmina.com | Setelah menjalankan puasa fardu selama sebulan penuh di bulan Ramadan, umat Islam juga disyariatkan melakukan puasa selama enam hari di bulan Syawal. Nabi Muhammad Saw bersabda,
“Barang siapa berpuasa di bulan Ramadan, kemudian mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang masa. [HR. Jama’ah ahli hadis selain Bukhari dan an-Nasa’i].
Keutamaan Puasa Syawal
Berdasarkan hadits ini, mayoritas ulama berpendapat bahwa berpuasa enam hari di bulan Syawal disyariatkan dan hukumnya sunah (dianjurkan).
Selain menjadi landasan kesunahan berpuasa enam hari di bulan Syawal, hadits tersebut juga mengungkapkan fadhilah (keutamaan) mengamalkan puasa enam hari di bulan Syawal, yaitu sebagai penyempurna puasa Ramadan dengan ganjaran pahala puasa satu tahun.
Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitab Latha’iful Ma’arif memberikan penjelasan mengapa puasa Ramadan yang diikuti berpuasa enam hari di bulan Syawal pahalanya setara dengan puasa sepanjang tahun. Menurutnya, hal itu karena satu kebaikan setara dengan sepuluh kali lipatnya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Tsauban Ra dari Nabi Saw yang bersabda:
صِيَامٌ شَهْرِ رَمَضَانَ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ سِتَّةِ أيَّامِ بَعْدَهُ بِشَهْرَيْنِ فَذلِكَ صِيَامُ السَّنَةِ
“Puasa Ramadan sebanding dengan puasa sepuluh bulan, sedang puasa enam hari di bulan Syawal sebanding dengan puasa dua bulan. Oleh karena itu, keduanya setara dengan puasa setahun.” (HR. Ahmad dan Nasa’i. Lafadz hadits milik Nasa’i).
Pertanyaan yang bisa jadi mengemuka, apakah perbandingan pahala itu juga berlaku jika mengamalkan puasa enam hari di bulan lain? Mengapa Rasulullah Saw hanya menyebut di bulan Syawal saja?
Ibnu Rajab Al-Hanbali mengutip penjelasan Ibnul Mubarak menyatakan, karena puasa enam hari di bulan Syawal dari segi keutamaannya masih digabungkan dengan keutamaan Ramadan. Sehingga nilai puasa Ramadan ditambah enam hari bulan Syawal setara dengan puasa wajib selama setahun.
Puasa Syawal dan Spirit Ramadan
Dalam Latha’iful Ma’arif, Ibnu Rajab Al-Hanbali menyebutkan lima faedah berpuasa enam hari di bulan Syawal:
Pertama; puasa enam hari di bulan Syawal menjadi penyempurna bagi puasa Ramadan untuk meraih pahala puasa satu tahun, sebagaimana yang telah dijelaskan.
Kedua; puasa sunah di bulan Syawal dan Sya’ban, keduanya ibarat salat sunah rawatib sebelum dan sesudah salat fardu, yang mana berfungsi menambal apa-apa yang masih kurang pada ibadah wajib. Sebab ibadah-ibadah wajib itu kelak di Hari Kiamat akan disempurnakan melalui ibadah-ibadah sunah.
Ketiga; keinginan untuk berpuasa kembali setelah Ramadan berlalu merupakan tanda ibadah Ramadan kita diterima. Sebab Allah Swt itu apabila menerima amal saleh seseorang, Dia akan memudahkannya melakukan amal saleh berikutnya.
Keempat; Puasa Ramdan merupakan faktor diampuninya dosa-dosa seseorang di masa lampau. Dan orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadan menerima ganjaran mereka pada hari raya Idulfitri. Maka, berpuasa kembali setelah Idulfitri adalah salah satu bentuk mensyukuri nikmat ini, karena tidak ada nikmat yang lebih besar daripada terampuninya dosa.
Kelima; setiap amalan di bulan Ramadan yang dilakukan seseorang dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah tidak berhenti dengan habisnya bulan Ramadan, tetapi harus terus dipertahankan selagi ia masih hidup.
Seseorang yang mau berpuasa kembali setelah hari berbuka di hari Idulfitri dapat disimpulkan sebagai orang yang suka terhadap ibadah puasa. Dan itulah amalan yang dicintai oleh Allah. Sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan Tirmidzi secara marfu’ yang menyebutkan: “Amalan yang paling dicintai Allah adalah orang yang berhenti kemudian melanjutkan perjalanan.”
Dengan demikian, seseorang yang mengamalkan puasa enam hari di bulan Syawal hakikatnya ia telah dan sedang menjaga spirit Ramadan agar terus menyala. Lebih baik lagi bila hal itu diikuti dengan semangat serupa di bulan-bulan berikutnya hingga ia ditakdirkan bertemu kembali dengan bulan Ramadan.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Syekh Yusuf Qardhawi dalam Fiqh Ash-Shiam, bahwa barangkali rahasia dari anjuran puasa di bulan Syawal adalah agar kaum Muslimin tetap menyambung tali ketaatan kepada Tuhannya. Semangatnya tidak luntur setelah Ramadan.
Tata Cara Pelaksanaan Puasa Syawal
Para ulama yang berpendapat puasa enam hari di bulan Syawal sebagai sunah, mereka berbeda pendapat mengenai tata cara pelaksanannya:
Pertama; puasa sunah enam hari di bulan Syawal dilakukan di awal bulan secara beruntun. Ini merupakan pendapat Syafi’i dan Ibnul Mubarak.
Kedua; tidak ada bedanya apakah enam hari itu dilakukan secara beruntun atau terpisah-pisah, yang penting masih di bulan Syawal. Ini merupakan pendapat Waki’ dan Ahmad.
Ketiga; enam hari berpuasa di bulan Syawal tidak boleh dilaksanakan tepat setelah Hari Raya Idul Fitri, karena hari Id adalah hari makan dan minum. Akan tetapi hendaknya puasa enam hari di bulan Syawal dilaksanakan tiga hari sebelum ayyamul bidh atau setelahnya. Ini merupakan pendapat Ma’mar dan Abdul Razak.
Di antara tiga pendapat itu, pendapat yang pertama dinilai lebih utama. Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam Fiqh Islam wa Adillatuhu menyatakan, puasa enam hari di bulan Syawal boleh dikerjakan terpisah-pisah, tapi lebih afdhal dilakukan berurutan dan langsung setelah hari raya, sebab itu berarti menyegerakan ibadah.
Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah mengutip pendapat para ulama mazhab Hanafi dan para ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa yang lebih utama puasa enam hari di bulan Syawal dilakukan berurutan dimulai hari kedua setelah hari raya.
Selebihnya, silakan memilih tata cara mana yang paling memungkinkan untuk diamalkan. Sebagaimana yang dinyatakan Dr. Musthafa al-Bugha, dkk dalam al-Fiqh al-Manhaji, yang afdhal memang enam hari puasa Syawal dilaksanakan langsung setelah hari raya Idulfitri. Tapi boleh juga di hari lain. Semuanya sesuai Sunnah, baik enam hari langsung ataupun enam hari terpisah-pisah.
Semoga uraian ini bermanfaat dan menjadi motivasi mengamalkan puasa sunah enam hari di bulan Syawal dan tidak melewatkannya mengingat keutamaannya yang besar. Semoga Allah memudahkan kita dalam kebaikan. Aamiin.
*Artikel telah dimuat di Ayobandung.com, edisi Minggu, 6 April 2025.