Oleh Badiatul Muchlisin Asti
Ketua Yayasan Mutiara Ilma Nafia (Yasmina) Grobogan
Suarayasmina.com | Kumadang takbir terus mendayu-dayu menggetarkan kalbu sejak maghrib hingga pagi ini. Takbir, tahlil, dan tahmid yang terus-menerus menggema bersahut-sahutan, menggerakkan kita pagi-pagi sudah bergegas mandi dan mengenakan pakaian terbaik, serta tak lupa memoles dengan wewangian, lalu berduyun-duyun datang ke Masjid Al-Barokah ini, untuk bersama-sama merayakan kesyukuran atas kemenangan.
Tapi Idulfitri bukan sekadar urusan kemenangan telah melampaui Ramadan. Juga, idulfitri bukan sekadar penanda kita sudah menyelesaikan ibadah puasa di bulan Ramadan. Idulfitri justru seharusnya menjadi momentum bagi kita untuk merefleksikan apa yang sudah kita capai selama menempuh kesabaran di bulan Ramadan.
Apakah kita sudah benar-benar menjadi pribadi takwa seusai menempuh ibadah Ramadan, sebagaimana yang menjadi tujuan berpuasa, la’allakum tattaquun, agar kalian menjadi orang yang bertakwa? Atau Ramadhan hanyalah rutinitas tahunan yang tidak membekaskan apapun dalam kepribadian kita?
Dua pertanyaan inilah yang perlu kita jawab saat perayaan kesyukuran atas kemenangan kita hari ini. Semoga Ramadan benar-benar membekaskan takwa dalam diri kita, yang berimbas para kontribusi dan peran penting kita dalam menciptakan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang aman, tentram, dan damai.
Sifat-sifat Orang Bertakwa dalam Al-Qur’an
Allah Swt mengetengahkan narasi yang sangat indah tentang sifat-sifat orang yang bertakwa dalam Surat Ali Imran ayat 134-135:
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
Artinya: (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit; dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا۟ فَٰحِشَةً أَوْ ظَلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا۟ ٱللَّهَ فَٱسْتَغْفَرُوا۟ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ إِلَّا ٱللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلُوا۟ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Artinya: Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
Dermawan
Dari kedua ayat ini, Allah menginformasikan bahwa sifat orang yang bertakwa adalah (pertama) alladziina yunfiquuna fissarrai wadhdharrai, orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, baik saat ekonominya sedang lapang maupun saat ekonominya sedang sempit.
Dengan demikian, orang yang bertakwa itu bukanlah orang yang pelit dan bakhil, melainkan orang yang dermawan, orang yang mudah memberi dan tidak suka meminta. Orang yang tangan di atas, bukan tangan di bawah. Orang yang ber-mindset kaya, bukan orang bermental miskin.
Kerusakan suatu bangsa dan problem krusial suatu masyarakat di antaranya disebabkan karena para oknum pejabatnya bermental miskin, sehingga gajinya sudah tinggi tapi masih juga korupsi dan memakan uang rakyat.
Sementara rakyatnya juga banyak yang bermental miskin, sehingga beramai-ramai berebut bantuan sosial, padahal tak jarang mereka termasuk orang yang berpunya secara ekonomi. Sementara sering terjadi, orang yang sebenarnya lebih membutuhkan, justru tidak mendapatkan bantuan sosial.
Orang bertakwa adalah orang yang di hati dan pikirannya dipenuhi semangat memberi dan bukan meminta. Tangan di atas, bukan tangan di bawah. Karena tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Yadul ulya khairum min yadus sufla.
Dengan sifat inilah orang bertakwa memberi kontribusi bagi terwujudnya keadilan dan kemakmuran pada masyarakat dan bangsa.
Tenang, Bijak, dan Pemaaf
Sifat orang bertakwa selanjutnya (yang kedua) adalah orang yang mampu menahan amarah. Walkaadzimiinal ghaidza. Orang bertakwa itu tidak mudah baper dan tidak mudah tersulut emosi. Pribadinya tenang dan bijak. Orang bertakwa berusaha memahami setiap keadaan sebelum bersikap.
Banyak problematika kehidupan, baik dalam skala individu, keluarga, masyarakat, dan bangsa, yang semakin pelik dan rumit karena disikapi dengan penuh emosi dan amarah. Sebaliknya, problematika kehidupan sepelik dan serumit apapun, akan menjadi ringan dan mudah dicari jalan keluarnya bila disikapi dengan tenang tanpa amarah.
Dengan sifat inilah orang bertakwa memberi kontribusi bagi terwujudnya kehidupan yang tentram dan damai.
Lalu, sifat orang bertakwa selanjutnya (yang ketiga) adalah pemaaf. Wal ‘aafiina ‘aninnaas. Orang yang memaafkan kesalahan manusia. Karena hakikatnya, memaafkan kesalahan sesama itu kebaikan yang akan kembali kepada diri orang yang memaafkan. Hati yang pemaaf itu hati yang akan selamat dari kebinasaan dan penyakit. Sebaliknya, hati yang selalu diliputi oleh dendam akan membawa kerusakan dan penyakit pada diri sendiri.
Pelaku Kebajikan
Sifat orang bertakwa selanjutnya (yang keempat) adalah orang-orang yang menyukai berbuat kebaikan, sebagaimana Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. Wallahu yuhibbul muhsiniin. Ciri inilah yang melengkapi peran orang bertakwa dalam menciptakan kehidupan sosial yang aman, tentram dan damai.
Di hati orang yang bertakwa tak pernah terbersit keinginan berbuat jahat dan keburukan, yang ada dalam hatinya adalah keinginan berbuat baik, berbuat baik, dan berbuat baik, apapun yang terjadi.
Sensistif Terhadap Dosa
Sifat selanjutnya (kelima), orang yang bertakwa itu adalah orang-orang yang sensitif terhadap dosa dan kemaksiatan. Orang bertakwa itu manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa. Menjadi orang bertakwa tak otomatis menjelma menjadi malaikat yang steril dari dosa dan maksiat.
Tapi orang yang bertakwa adalah orang-orang yang sekuat tenaga menghindari dosa dan bila ia tergelincir ke dalam dosa dan kemaksiatan (walladziina iza fa’alu fahisatan aw dhalamu anfusahum), dzakarullaha ia segera ingat kepada Allah, kemudian fastaghfaruu lidzunubihim meminta ampun kepada Allah karena hanya Allah yang akan mengampuni dosa-dosanya, dan walam yushirruu ‘alaa ma fa’aluu ia tidak mengulangi perbuatan dosanya itu.
Semoga Allah memberikan pertolongan dan petunjuk-Nya kepada kita semua sehingga bisa mengimplementasikan sifat-sifat orang yang bertakwa dalam diri dan kehidupan kita. Juga semoga Allah memberikan kita kesehatan dan umur panjang sehingga kita bisa berjumpa pada bulan Ramadan di tahun yang akan datang. Aamiin aamiin ya Rabbal Alamiin.
*Artikel ini tayang pertama kali di Ayobandung.com edisi Kamis, 3 April 2025. Artikel merupakan intisari Khutbah Idulfitri yang disampaikan penulis di Masjid Al-Barokah, Desa Bugel, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah pada Senin, 31 Maret 2025 M/1 Syawal 1446 H.